Haji: Antrean Panjang, Solusi Singkat Berbiaya Tinggi


Kalau ada gelar untuk "Ujian Kesabaran Nasional", mungkin daftar haji bisa menang juara satu.

Coba bayangin, daftar sekarang, berangkatnya 33 tahun lagi.

Kalau pas daftar masih muda, insyaAllah naik haji waktu pensiun.

Kalau udah sepuh? Ya semoga keburu, semoga sehat, semoga..ya, semoga aja deh.

Zaman dulu orang naik haji itu kisah heroik.

Naik kapal laut berminggu-minggu, jual kambing sekampung, dan bawa cerita pulang yang bisa jadi dongeng tujuh turunan.

Zaman sekarang ?

Berangkat haji itu seperti pre-order Iphone, tapi nunggu kirimanya 3 dekade. Bahkan anakmu bisa duluan nikah sebelum kamu naik pesawat Garuda ke Jeddah.

Sistem Kuota Semacam Undian Nasional, Tapi Serius

Negara memang punya kuota haji, dan itu dibagi rata ke tiap provinsi.

Tapi rasanya seperti rebutan tiket konser K-pop.

Yang cepat daftar, belum tentu cepat berangkat.

Yang lambat? Bisa jadi anaknya yang berangkatin nanti.

Sementara itu, ada sebagian orang yang bisa naik haji setiap tahun.

Katanya sih "haji mabrur itu ingin kembali lagi".

Tapi bukanya memberi kesempatan yang lain, malah jadi langganan jeddah.

Haji Plus, VIP Spiritual Edition

Buat kamu yang merasa antrean 30 tahun itu terlalu merakyat, tenang saja.

Ada solusinya Haji Plus

Paket hemat waktu, tapi bukan hemat dompet.

Dengan bayar lebih, bisa potong antrean.

Tentu saja tetap sah asal sanggup.

Jadi ibadah pun kini seperti naik rollercoaster, ada jalur reguler yang panjang dan panas dan ada jalur ekspres buat yang dompetnya tahan guncangan.

Tapi tenang, pahala tetap milik Allah, kuota tetap milik birokrasi.

Pemerintah memang sudah bekerja keras.

Ada tambahan kuota, perbaikan sistem, digitalisasi, dan edukasi.

Tapi entah kenapa, rasanya sistem ini tetap bikin rakyat kecil seperti penonton konser yang hanya kebagian suara dari luar stadion.

Apakah sistemnya kurang fleksibel ?

Ataukah ini memang cara Tuhan menguji kesabaran nasional kita ?

Naik haji itu mimpi banyak orang.

Tapi mimpi bukan cuma tentang pergi kesana, melainkan juga merasa di permudah.

Selama ini, yang naik duluan bukan yang paling siap, tapi yang paling sanggup bayar atau yang paling tua umur antrenya.

Kita tidak ingin ibadah jadi ajang kompetisi kelas sosial.

Karena sejatinya, di padang arafah semua pakai kain putih yang sama.

Tapi sebelum kesana, kenyataanya kita harus melewati lapisan birokrasi, kuota, dan sistem antre yang bikin banyak orang menyerah bahkan sebelum berangkat.

Haji bukan sekedar ibadah, tapi jug ladang ujian baik iman maupun logistik. Semoga suatu hari, sistem haji kita buka cuma rapi di presentasi kementerian, tapi juga ramah untuk semua yang niatnya tulus ingin memenuhi rukun islam kelima.

No comments

Powered by Blogger.