Polisi, Google Maps, dan Misteri Hilangnya Fitur Review
Kita hidup di era digital di mana tukang cendol bisa dapat rating, warung pecel bisa banjir ulasan, dan panti pijat langganan om-om punya bintang empat. Tapi ada satu tempat yang sepi dari ulasan, padahal ramai dikunjungi setiap hari yaitu kantor polisi.
Bukan karena nggak ada yang mau nulis. Tapi karena Google nggak izinkan kantor polisi di review. Yup. No stars, no coments, no keluh-kesah.
Coba deh cari "Polsek XYZ" atau "Polres ABC" di Google Maps. Peta muncul. Nomor telepon ada. Tapi kolom bintang dan usulan? Lenyap tanpa jejak, seperti kasus yang belum naik SP3.
Padahal netizen kita luar bisa rajin memberi ulasan:
- Rumah makan: Nasi gorengnya enak, minus pelayan jutek
- Bengkel: Tukangnya cepat, tapi suka ngilang kalau diajak ngobrol
- Taman kota: Bagus buat pacaran. Banyak tempat duduk dan minim razia.
Tapi begitu sampai ke kantor polisi, mendadak semua jadi sunyi. Seolah institusi ini sakral, tak bisa dinilai oleh jemari biasa.
Kita paham, kantor polisi bukan tempat wisata atau tempat nongkrong. Tapi kan tetap tempat pelayanan publik. Di mana ada pelayanan, seharusnya ada hak publik untuk menilai.
Bukankah transparansi adalah bagian dari reformasi?
Bukankah kritik adalah vitamin untuk demokrasi?
Kalau warung ketoprak bisa terima kritik soal bumbu kurang kacang, masa kantor polisi gak bisa terima komentar kayak, "Pelayanan cepat, tapi air galon di ruang tunggu habis."
Atau justru itu masalahnya? Takut ratingnya kalah sama Alfamart sebelah?
Kalau seandainya fitur review dibuka, mungkin kita akan menemukan komentar-komentar seperti ini:
🌟🌟🌟🌟🌟
"Ditilang dengan senyum. Profesional dan humanis"
🌟
"Lapor kehilangan dompet, malah kehilangan waktu. Antri 3 jam cuma buat dikasih formulir fotokopi"
🌟🌟🌟
Toilet bersih, AC dingin, cuma sayang dikira tersangka padahal cuma numpang nanya"
Tenttu saja, ini akan menjadi lahan emas bukan untuk nyinyir, tapi untuk memperbaiki layanan. Siapa tahu kantor polisi jadi berlomba-lomba bikin ruang tunggu nyaman dan senyum lebih tulus dari customer service bank.
Kalau lembaga publik takut diberi ulasan, berarti ada yang salah. Karena justru disanalah kepercayaan rakyat dibangun: lewat pengalaman langsung, bukan hanya lewat spanduk bertuliskan "Kami Melayani dengan Hati" sambil mukanya cemberut.
Lagi pula kita bukan mau review penangkapan teroris atau penggerebekan narkoba itu urusan serius. Tapi pelayanan publik seperti SIM, SKCK, laporan kehilangan, pengaduan tetangga ribut... itu urusan rakyat sehari-hari.
Dan rakyat itu kalau nggak bisa komentar di Google, ya bisa komentar di Tiktok. Mana lebih baik?
Mungkin para pemangku kebijakan berpikir "Ah jangan dibuka ulasanya nanti di bully.
Tapi coba lihat layanan KUA, kelurahan, bahkan dinas pajak semuanya bisa diulas. Dan karena bisa diulas, mereka justru berlomba jadi lebih ramah.
Bukankah lebih baik tahu kelemahan sendiri dari komentar warga, dari pada tahu dari thread Twiteer viral yang kadung mengundang kemarahan netizen?
Jadi kalau kamu heran kenapa kantor polisa ratingnya 0 di Google, bukan karena tak ada yang pernah kesana. Tapi kaena kita semua dilarang berpendapat di sana. Setidaknya secara digital.
Kalau kamu setuju kantor polisi harusnya bisa di review, kasih bintang aja ke artikel ini. Gak usah ke kantor. Gak enak diliatin Pak Babinkamtibmas.
Post a Comment