Rumah Sakit Era 3.0, Pasien Masuk IGD, Yang Nyambut Malah Vendor


Di suatu pagi yang muram dan penuh aroma antiseptik, seorang pasien datang ke rumah sakit. Tapi begitu tiba di pintu IGD, yang menyambut bukan dokter, bukan perawat, bahkan bukan satpam rumah sakit melainkan petugas keamanan dari CV Aman Selalu. Lalu petugas administrasi dari PT Tiker Sehat. Lalu cleaning service dari PT Pel Lantai Mulia. Lalu barulah, setelah tiga vendor, muncullah perawat... yang ternyata juga pegawai outsourcing.

Selamat datang di era rumah sakit 3.0, dimana yang tetap hanyalah tagihan sementara semua pekerjaan, bahkan yang menyentuh nyawa, bisa dialihdayakan.

  • Satpam ? Outsourcing.
  • CS pendaftaran? Outsourcing.
  • Petugas kasir? Outsourcing.
  • Cleaning Service? Outsourcing.
  • Petugas Laundry, pengantar pasien, tukang dorong brankar? Outsourcing.
  • Teknisi alat medis? Outsourcing.
  • Bahkan bagian administrasi medis dan petugas farmasi pun kadang bukan karyawan tetap.
Jadi yang tetap siapa? Logo rumah sakit dan alarm kebakaran.
Dan kalau semua outsourcing, jangan heran kalau pasien pun merasa kayak masuk pabrik jasa kesehatan, bukan rumah sakit. Karena semua terasa transaksional, "Maaf saya hanya ditugaskan mengantar ibu sampai lift. Kalau ibu mau masuk ruang rawat, itu tugas vendor sebelah."

Perawat outsourcing biasanya paling rajin, karena takut kontrak tidak diperpanjang. Datang pagi, pulang malam, kerja sambil jaga senyum. Tapi begitu rapat bulanan, mereka gak diundang. Begitu ada pelatihan internal, nama mereka gak muncul. Dan begitu rumah sakit dapat akreditasi, foto mereka...blur.

Sementara pasien percaya semua petugas pakai seragam putih berarti orang dalam. Padahal seragamnya dipinjam dari vendor. Dan kalau pasien bertanya, "Suster, kok kamar saya belum dibersihkan?" jawabanya bisa jadi, "Maaf, bu saya bidang injeksi. Untuk bersih-bersih, silahkan hubungi divisi kebersihan outsourcing lantai dua."

Sebagian rumah sakit saat ini dikelola dengan prinsip hotel semua bisa dipisah pisahkan jadi unit, lalu dilempar ke vendor. Tapi perbedaanya di hotel kalau salah antar makanan tamu cuma marah. Di rumah sakit kalau salah antar pasien... bisa masuk berita.

Outsourcing pekerjaan teknis itu wajar, tapi kalau sampai urusan medis ikut-ikutan? Jangan heran kalau pasien nanti dirawat oleh tim kesehatan alih daya dari PT Sehat Selalu Cabang Bandung.

Dalam suasana rawan stress seperti rumah sakit yang dibutuhkan adalah rasa aman, empati, dan kejelasan. Tapi bagaimana bisa memberikan itu semua kalau para petugasnya sendiri hidup dalam ketidakpastian?

Seorang perawat yang bagus tapi statusnya outsourcing bisa jadi tak dapat tunjangan, tak ikut pelatihan, dan tak pernah diajak rapat pengembangan layanan. Tapi begitu pasien kecewa, mereka juga yang dimarahi. Ini seperti nyuruh pemain cadangan tanding, tapi gak pernah dikasih latihan.

Outsourcing dalam dunia medis perlu kehati-hatian. Karena rumah sakit bukan pabrik, pasien bukan produk, dan tenaga kesehatan bukan tenaga kerja biasa. Mereka bekerja dengan empati, bukan hanya skill. Mereka berhadapan dengan nyawa, bukan hanya angka laporan.

Mungkin manajemen rumah sakit perlu merenung sejenak, bertanya kalau semua bisa kita outsource apakah kita masih menjalankan rumah sakit atau hanya jadi operator vendor?

Karena pada akhirnya, pasien datang bukan hanya untuk disembuhkan tapi juga untuk diperlakukan sebagai manusia. Dan manusia tak bisa didelegasikan ke pihak ketiga.

No comments

Powered by Blogger.